Minggu, 09 November 2014

BAB 12 KASUS-KASUS ARAHAN DOSEN



BAB 12


KASUS-KASUS ARAHAN DOSEN




1. Kasus Hak Pekerja

Konflik Buruh Dengan PT Megariamas
Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa (23/9) siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan tunjangan hari raya (THR).
Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakut, datang sekitar pukuk 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakut, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang THR.
“Kami menuntut hak kami untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu kami perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya. Jadi kami minta pihak Sudin Nakertrans Jakut bisa memfasilitasi kami,” jelas Abidin, koordinator unjuk rasa ketika berorasi di tengah-tengah rekannya yang didominasi kaum perempuan itu, Selasa (23/9) di depan kantor Sudin Nakertrans Jakut. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.
Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya.



Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakut. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakut, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut.
Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan kepada beritajakarta.com usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.
Sesuai peraturan, karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun berhak menerima THR. Sementara bagi karyawan dengan masa kerja di bawah satu tahun di atas tiga bulan, THR-nya akan diberikan secara proporsional atau diberikan sebesar 3/12X1 bulan gaji. Karyawan yang baru bekerja di bawah tiga bulan bisa daja dapat tergantung dari kebijakan perusahaan.
Saut menambahkan, sejauh ini sudah ada empat perusahaan yang didemo karena mangkir membayar THR. “Sesuai dengan peraturan H-7 seluruh perusahaan sudah harus membayar THR kepada karyawannya. Karena itu, kami upayakan memfasilitasi. Untuk kasus karyawan PT Megariamas Sentosa memang sedang ada sedikit permasalahan sehingga manajemen sengaja menahan THR mereka. Namun, sebenarnya itu tidak boleh dan besok kami upayakan memfasilitasi ke manajemen perusahaan.
Lebih lanjut dikatakannya, untuk kawasan Jakarta Utara tercatat ada sekitar 3000 badan usaha atau perusahaan di sektor formal. Untuk melakukan monitoring, pihaknya menugaskan 15 personel pengawas dan 10 personel mediator untuk menangani berbagai kasus seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, tuntutan upah maupun upah normatif dan THR. “Kami masih kekurangan personel, idealnya ada 150 personel pengawas dan 100 personel mediator,” tandas Saut Tambunan.


2. Kasus Iklan Tidak Etis

Periklanan Pengobatan Alternatif Tidak Etis
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer Kementerian Kesehatan Abidin Syah Siregar mengatakan, iklan pelayanan kesehatan alternatif yang sering ditayangkan di berbagai stasiun televisi akhir-akhir ini tidak etis. Menurut dia, pengobatan tradisional berada pada wilayah peningkatan kualitas kesehatan dan pencegahan penyakit, bukan menjamin kesembuhan. "Dokter saja tidak berani menjamin," katanya kepada wartawan di Jakarta, 15 Agustus 2012. Abidin mengatakan, iklan yang menjamin kesembuhan berbahaya bagi masyarakat. Pasalnya, iklan macam itu akan memberi harapan berlebihan kepada masyarakat. Menurut Abidin, fenomena kegandrungan pada pengobatan tradisional, khususnya pengobatan tradisional dunia, memang sedang melanda dunia. "Banyak iklan yang bahkan menyudutkan pengobatan konvensional, yang mengatakan bahwa tubuh ini seharusnya tidak dimasuki zat kimia," ujarnya. Menurut dia, fenomena ini adalah cermin tren back to nature. Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Agus Purwadianto mengatakan penayangan iklan pengobatan alternatif yang menjamin kesembuhan juga melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No. 1787 tahun 2010 Pasal 5 huruf f yang menyatakan bahwa melarang publikasi alat atau metode baru yang masih belum diterima umum di kalangan dokter karena masih diragukan. Pihaknya mengatakan, perlu sinergi antara berbagai pihak untuk mencegah informasi yang berbahaya ini tersebar di masyarakat. Pada 9 dan 10 Agustus lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan surat teguran kepada lima stasiun televisi, yaitu Metro TV, Trans TV, Global TV, Trans 7, dan TV One. KPI menegur mereka lantaran menampilkan iklan pelayanan kesehatan alternatif yang tidak etis, di antaranya iklan klinik Tong Fang dan Can Jiang. Menurut Komisioner KPI Nina Mutmainah Armando, iklan tersebut tidak etis karena menampilkan promosi dan testimoni yang berisi jaminan kesembuhan dari pasien. Ketua Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI) Sujanto Mardjuki membenarkan bahwa iklan layanan kesehatan yang menjamin kesembuhan tidak etis. Menurut pemimpin organisasi yang menaungi berbagai insitusi pelayanan kesehatan tradisional ini, anggotanya tidak pernah melakukan publikasi macam itu. "Anggota kami sudah taat pada peraturan menteri kesehatan, seharusnnya klinik-klinik yang melanggar ketentuan itu tidak boleh dibiarkan," kata Martani, salah satu anggota IKNI.


3. Kasus Etika Pasar Bebas

Penguasaan teknologi ekonomi.
Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpendensi global yang terus memintal dunia. Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara. Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi ‘modal tak lagi berbendera’ dan ‘peredaran barang tak lagi bertuan’. Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang ‘tidak berbendera dan tidak bertuan’, yang akan terus menjadi batu sendi interpendensi global yang terus memintal dunia.
Setiap negara, khususnya Indonesia yang masih mengalami kesulitan keuangan, tentu sangat mengharapkan aliran dana investasi ke dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia pun tidak henti-hentinya menciptakan daya tarik bagi investor asing, seperti menciptakan keunggulan komparatif. Dalam hal ini, Indonesia pun terus melakukan kreasi dan inovasi baru, seperti mengkaji ulang strategi industrialisasi demi menciptakan keunggulan-keunggulan baru dalam kaitannya dengan spesialisasi dunia di tengah fenomena konsep negara yang telah berubah menjadi supermarket minidunia.
Yang menimbulkan persoalan ke depan adalah bagaimana supaya korporasi bisnis yang akan meningkat tajam dalam skala global ini tidak menimbulkan implikasi inefisiensi dan mislokasi sumber daya. Dan, pada gilirannya, ketidakadilan global menganga lebar dan kesejahteraan dunia akan menurun drastis.
Ketidakadilan akan sangat dirasakan oleh negara-negara yang belum maju teknologi ekonominya, seperti Indonesia yang sangat menginginkan dana investasi untuk menyegarkan dan menggerakkan kembali roda perekonomian demi meningkatkan daya saing di bidang produksi. Namun, harus diingat bahwa efek investasi pun tidak bisa dianggap ringan. Lihat, bagaimana telah terjadinya kasus korupsi yang dilakukan oleh investor asing. Contohnya adalah apa yang tertera dalam buku yang diterbitkan oleh Transparency International (TI).
Global Corruption Report (2004) secara mengejutkan menampilkan data-data tentang korupsi oleh investor asing, khususnya tentang bagaimana investor asing menyuap pejabat-pejabat negara. Perusahaan-perusahaan lokal akan semakin kalah bersaing karena suap yang dilakukan oleh investor asing. Lalu, bagaimana menangkalnya?

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar