Minggu, 21 Desember 2014

BAB 14 Kasus-Kasus

Kasus BUMN

Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memecat Direktur Utama PT Sang Hyang Seri/SHS (Petrsero) Kaharuddin karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit hibrida di Kementrian Pertanian. Padahal pada saat pengangkatan Kaharuddin sebagai Direktur Utama PT SHS, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta agar tidak tergantung kepada proyek-proyek yang diselenggarakan oleh Kementrian Pertanian. Pasalnya pada proyek-proyek yang diselenggarakan sering menimbulkan permasalahan seperti proyek untuk pengadaan bibit dan pupuk decomposer.

Kasus ini bermula ketika Kementrian Pertanian melakukan pengadaan benih hibrida di sejumlah daerah pada tahun 2008 hingga tahun 2012. Kejaksaan menduga PT SHS memenangi tender proyek dengan rekayasa bahkan kontrak pengelolaan cadangan pengelolaan benih nasional sebesar lima persen tidak disalurkan ke kantor regional di beberapa daerah. Kejaksaan Agung menduga PT SHS melakukan rekayasa penentuan harga komoditas dan pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.

Selain Kaharuddin, Kejaksaan Agung pun telah menahan empat orang tersangka dalam kasus tersebut diantaranya adalah mantan Dirktur Keuangan dan SDM PT SHS tahun 2008-2011 Rachmat, mantan Direktur Produksi tahun 2008-2011 Yohanes Maryadi Padyaatmaja, mantan Direktur Litbang PT SHS tahun 2008-2011 Nizwan Syafaat.

Kasus Merger

Merger Bank CIMB. Merupakan kasus merger yang terjadi pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Bank Niaga didirikan pada 26 September 1955, dan saat ini lnerupakan bank ke-7 terbesar di Indonesia berdasarkan aset serta ke-2 terbesar di segmen Kredit Kepemilikan Rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holdings Rerhad (BCHB) memegang kepemilikan mayoritas sejak 25 November2002, kemudian dialihkan kepada CIMB Group, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh RCHB, pada 16 Agustus 2007. Bank Lippo didirikan pada bulan Maret 1948. Menyusul merger dengan PT Bank Unium Asia. Bank Lippo mencatatkan sahamnva di Bursa Efek pada November 1989. Pemerintah RI menjadi pemegang sahaln mayoritas di Bank Lippo melalui program rekapitalisasi yang dilaksanakan pada 28 Mei 1999. Pada tanggal 30 September 2005, setelah memperoleh persetu-iuan Bank Indonesia, Khazanah IVasional Berhad mengakuisisi kepemilikan mayoritas di Bank Lippo.

PT. Bank CTMB Niaga-Tbk berdiri pada tanggal 1 November 2008. PT. Bank CIMB Niaga merupakan hasil merger antara PT. Bank Niaga (Persero) Tbk dengan PT. Bank Lippo (Persero) Tbk. Proses merger dilakukan dengan cara Commerce International Merchant Bankers (CIMB) Group membeli 51 persen saham Bank Lippo yang dimiliki oleh Santubong Ventures. anak usaha dari Khazanah. Khazanah sendiri adalah perusahaan besar dibidang keuangan asal Malaysia. Total pembelian saham Bank Lippo oleh CIMB Group Rp 5,9 triliun atau setara 2.1 miliar ringgit Malaysia

Sebagai gantinya Khzanah akan memperoleh 207,l Juta lembar saham baru di Bank Bumlputera - Commerce Holding Berhard (BCHB) yakni perusahan pemilik CIMB Group. Seluruh saham Bank Lippo akan ditukar menjadi sahani Rank Niaga dengan rasio 2,822 saham Bank Niaga per I lembar saham Bank Lippo. Seluruh asset dan kewajiban Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga. Dalam proses merger tersebut CIMB menawarkan fasilitas voluntary dan standby facility yang memungkinkan pemegang saham minoritas dikedua bank untuk melepas saham mereka dan tidak berpartisipasi dalam proses merger.

Kasus Akuisisi

Rencana akusisi PT Bank Tabungan Negara oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dinilai banyak kejanggalan. Salah satunya adalah dugaan adanya aksi ambil untung dari gejolak harga saham kedua perusahaan negara tersebut yang dilakukan para pejabat negara.

Ketua Serikat Pekerja BTN Satya Wijayantara menjelaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan dugaan adanya aksi ambil untung yang dilakukan oleh para pejabat di Kementerian BUMN, dan Bank Mandiri atas gejolak harga saham beberapa waktu lalu. Menyikapi hal itu, Satya menegaskan segera melaporkan dugaan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Nanti pada tanggal 12 Mei 2014, kalau Menneg BUMN tidak mencabut agenda RUPS yang akan diadakan pada tanggal 21 Mei, kami (SP BTN) sudah berencana akan datang ke KPK dan melaporkan kasus ini," tegas Satya ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (29/4).

Lebih lanjut, Satya menjelaskan bahwa ada dua agenda utama dalam agenda RUPS yang akan diadakan pada tanggal 21 Mei mendatang. Pertama adalah pergantian jajaran komisaris dan pengalihan saham Dwi Warna milik pemerintah yang ada di BTN ke Bank Mandiri.

Menurutnya, kalau Dahlan Iskan selaku Meneg BUMN tidak mencabut dua agenda tersebut maka selain mendatangi KPK, SP BTN juga akan mengepung kompleks DPR RI dan kantor BPK RI untuk menyampaikan bahwa penyelenggara negara di Kementerian BUMN, dan Bank Mandiri, yang mengeruk keuntungan dari kasus ini.

"Kenapa? Agar seluruh komponen penegak hukum, terutama KPK yang integritas masih bagus ini mengawasi dan memeriksa Menteri BUMN, dan Direktur Bank Mandiri. Karena pasti ada pihak-pihak yang mengetahui permainan dalam aksi ambil untung ini," tegas Satya.

Melihat kondisi seperti ini, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menyatakan bahwa pihaknya masih belum menerima laporan dari masyarakat terkait indikasi ambil untung dari kenaikan saham BTN & Mandiri. Namun, KPK memastikan akan menindaklanjuti segala laporan masyarakat yang masuk ke KPK.

"Kita (KPK) tetap akan terlebih dahulu melihat domain apakah ada indikasi korupsi atau tidak dalam rencana akusisi tersebut. Selama ada laporan masyarakat yang masuk, kita akan tindak lanjuti. Namun untuk saat ini kita belum mendapat laporan apapun," jelas Johan ketika dikonfirmasi.

Saham BTN cenderung tertekan pada perdagangan saham Kamis (24/4) setelah pemerintah memutuskan menunda akuisisi BTN oleh Bank Mandiri. Harga saham BTN sempat berada di level tertinggi Rp 1.290 per saham dan terendah Rp 1.170 per saham.

Secara year to date, saham BBTN naik 33,33% dari harga Rp 870 per saham pada 30 Desember 2013 menjadi Rp 1.305 per saham pada 23 April 2014. (Fario Untung)
ADF.

Kasus Tender

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astra Graphia atas keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait kasus persekongkolan tender proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun.

"Mengabulkan upaya hukum keberatan pemohon seluruhnya dan membatalkan putusan KPPU," kata Ketua Majelis Hakim Kasianus Telaumbanua, saat membacakan putusan di Jakarta, Kamis (7/3/2013).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat selama pemeriksaan tidak terbukti adanya persekongkolan tender e-KTP.  Keputusan mengacu pada keterangan saksi tidak ada yang memberikan keterangan adanya persekongkolan.

Dugaan persengkokolan hanya bersumber dari laporan pihak yang juga ikut dalam tender tersebut. Laporan dari tim investigasi KPPU, dibuat dari laporan tanpa bukti yang cukup. "Pihak yang melaporkan kasus ini tidak bisa dihadirkan oleh KPPU ke pengadilan," jelas dia.

Kuasa hukum konsorsium PNRI, Jimmy Simanjuntak mengaku menerima putusan PN Jakarta Pusat tersebut. "Sangat puas dengan pertimbangan hakim," ungkap dia.

Sementara Kuasa Hukum KPPU Manaek SM Pasaribu menyatakan akan mengajukan kasasi dalam rentan 14 hari ke depan. "Kami tetap yakin bahwa telah terjadi dalam persekongkolan. Maka kami mengajukan upaya hukum," tegas dia.

Putusan KPPU sebelumnya menyatakan panitia Tender E-KTP, Konsorsium PNRI, dan PT Astra Graphia Tbk bersekongkol memenangkan pihak tertentu dalam proyek tender e-KTP.

Hal ini dinilai terbukti melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Vonis tersebut diputus lima anggota majelis komisi yaitu M Nawir Messi, Deddy Matadisastra, Yoyo Arifardani, Sukarni dan Tresna P Suardi.

Persekongkolan pertama terkait kesalahan penulisan yang sama dalam dokumen tender konsorsium PNRI dan Astra Graphia, penggunaan alat yang sama untuk iris dan fingerprint, yaitu L-1 Identity oleh PNRI dan Astra Graphia.

Selain itu, adanya harga penawaran yang sama antara PNRI dan Astra Graphia. Ini disebut persekongkolan horizontal. 

Sedangkan persekongkolan vertikal terjadi antara PNRI dan panitia tender. Dasar-dasar dugaannya, antara lain spesifikasi dalam rencana kerja dan syarat tender yang mengarah pada penawaran atau pengajuan konsorsium PNRI, konsorsium PNRI tidak memiliki ISO, dan penandatanganan kontrak antara PNRI dan panitia tender dilakukan ketika ada sanggah banding dari peserta yang kalah.

Atas kesalahan ini, konsorsim PNRI diharuskan membayar denda sebesar Rp 20 miliar dan PT Astra Graphia Tbk denda sebesar Rp 4 miliar.

Sedangkan untuk panitia lelang, sanksi diserahkan sepenuhnya kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. (Ant/Nur)

Sumber :






Tidak ada komentar:

Posting Komentar