Nama
: Novita Diansari ( 15211250 )
Selvia Devy Hartanti ( 16211663 )
Venezia Amanda ( 17211254 )
Kelas
: 4EA18
BAB
II
BISNIS
DAN ETIKA
2.1 Mitos Bisnis Amoral
Bisnis adalah bisnis.Beberapa ungkapan yang sering terdengar yang menggambarkan hubungan antara bisnis dan etika sebagai dua hal yang
terpisah satu sama lain. Itulah ungkapan yang dikemukakan oleh De George yang disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral.Ungkapan tersebut menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itu tentang dirinya, kegiatannya,
dan lingkungankerjanya. Secara lebih tepat, mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali.
Bisnis dan etika adalah dua hal yang
sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan.
Menurutmitosini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis sebaik mungkin untuk mendapat keuntungan,
maka yang menjadi pusat perhatian orang bisnis adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual, dan membeli suatu barang dengan memperoleh keuntungan.
Tujuan satu-satunya adalah mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Jadi Mitos Bisnis
Amoral itu adalah mitos atau ungkapan yang menggambarkan bahwa antara bisnis dengan moralitas atau etika tidak ada hubungannya samasekali. Namun mitos ini tidak sepenuhnya benar. Bisa dikatakan demikian,
karena bagi pebisnis yang menginginkan bisnisnya lancar dan tahan lama, segi materi itu tidaklah cukup untuk menjag asuatubisnistersebut.Dibutuhkansuatupengetahuan,
pengalaman yang luas untuk dapat memperoleh atau meraih tujuan tersebut. Beberapa perusahaan ternyata bias berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen
moral tertentu.Bisnis juga bagian dari aktivitas
yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dimasyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis dan harus dibedakan antara legalitas dan moralitas dunia bisnis yang ketat.
Perusahaan dapat mengutamakan etika bisnis,
yaitu pelaku bisnis dituntut menjadi orang yang profesional di bidang usahanya. Yang
meliputi kinerja di
dalam bisnis,
manajemen, kondisi keuangan perusahaan, kinerjaetis, dan etos bisnis yang
baik. Perusahaan
dapat mengetahui bahwa konsumen adalah raja, dengan ini pihak perusahaan dapat menjaga kepercayaan konsumen, meneliti lebih lanjut lagi terhadap selera dan kemauan konsumen serta menunjukkan citra
(image) bisnis yang etis dan baik. Peranpemerintah yang menjamin kepentingan antara hak dan kewajiban bagi semua pihak yang ada dalam pasar terbuka, dengan ini perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis.Perusahaan modern menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang
harus di eksploitasi demi mencapai keuntungan perusahaan.
Jadidengandemikianbisadisimpulkanbahwa :
Pertama,bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat. Tidak sepenuhnya bisnis sama dengan judi atau permainan.
Dalam bisnis orang
dituntut untuk berani bertaruh,
berani mengambl resiko, berani berspekulasi,
dan berani mengambil langkah atau strategi tertentu untuk bisaberhasil. Namun tidak bias disangkal juga bahwa yang dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanya menyangkut barang atau material. Dalam bisnis orang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya,
seluruh hidupnya,
keluarga, hidup serta nasib manusia pada umumnya.
Maka dalam bisnis orang bisnis tidak sekedar
main-main, kalaupun itu adalah permainan,
ini sebuah permainan penuh perhitungan. Karena itu orang bisnis memang perlu menerapkan cara dan strategi yang tepat untuk bias berhasil karena taruhan yang besar tadi dan harus diperhitungkan secara matang sehingga tidak sampai merugikan
orang atau pihak lain
dan agar pada akhirnya juga tidak sampai merugikan dirinya sendiri.
Kedua, dunia bisnis mempunyai aturan main
sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan yang berlaku dalam kehidupan
social pada umumnya.
Bisnis adalah fenomena modern yang tidak bias dipisahkan dari masyarakat. Bisnis terjadi dan berlangsung dalam masyarakat. Itu artinya norma atau nilai yang
dianggap yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya mau tidak mau dibawa serta dalam kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelaku bisnis sebagai manusia.
Ketiga, harus dapat membedakan antara Legalitas dan Moralitas. Legalitas dan Moralitas berkaitan satu sama lain
tapi tidak identik. Hukum memang mengandalkan Leglitas dan Moralitas,
tetapi tidak semua hokum dengan Legalitas
yang baik ada unsure Moralitasnya. Contohnya praktek monopoli. Maka monopoli adalah praktek yang secara legal diterima dan dibenarkan,
secara moral praktek ini harus ditentang dan dikutuk, dan memang ditentang dan dikutuk oleh masyarakat sebagai praktek yang
tidak adil, tidak fair,
dan tidak etis. Orang bisnis juga menentang praktek tersebut. Ini menunjukkan bahwa orang bisnis pun sadar dan menuntut perlunya praktek bisnis yang etis, terlepas dari apakah praktek itu didasarkan pada aturan hokum bisnis atau tidak.
Keempat, etika harus dibedakan melalui ilmu empiris. Ilmu empiris diibaratkan ilmu pasti seperti matematika,
suatu kenyataan bias dijadikan patokan dalam pembuatan keputusan selanjutnya. Namun lain halnya dengan etika. Etika memang melihat kenyataan sebagai pengambilan keputusan dan perbedaannya terletak pada unsur-unsur pertimbangan lain dalam pengambilan keputusan.
Kelima, gerakan dan aksi seperti lingkungan hidup, konsumen, buruh, wanita, dan semacamnya dengan jelas menunjukkan bahwa masyarkat tetap mengharapkan
agar bisnis dijalankan secara etis dengan memperhatikan masalah lingkungan hidup, hak konsumen,
hak buruh, hak wanita. Dan sebagai manusia yang bermoral, para pelaku bisnis juga sesungguhnya tidak mau merugikan masyarakat atau konsumen sebagaimana dia sendiri sebagai konsumen tidak ingin dirugikan oleh produsen manapun.
Maka ini semua berarti omong kosong jika dikatakan bisnis tidak punya sangkut pautnya dengan etika.
2.2 Keutamaannya Etika Bisnis
1. Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik.
2. Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat,maka konsumen benar-benar raja Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.
3. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis
2.3 Sasaran dan Lingkup Etika
Bisnis
1.
Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan
bisnisnya secara baik dan etis
2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis
2. Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis
2.4 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
1.
Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
a. Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
b. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
c. Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kejujuran
a. Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak
b. Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding
c. Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan
2.5
Prinsip Utama Etika Bisnis
Pertama, Kejujuran. Ini ad alah landasan
dari kepercayaan, kepercayaan adalah landasan dari bisnis yang sehat. Salah
satu figure yang jelas adalah Nabi Muhammad SAW yang menjadi pedagang yang maju
karena menjunjung tinggi kejujuran.
“Memang ada kalanya ketidakjujuran menghasilkan
keuntungan, namun hanya sesaat, tidak bisa terus-menerus, maka kejujuran dan
kepercayaan adalah yang utama,” ujar Boediono.
Kedua, taat kepada hukum dan aturan di
suatu negara. Ini perlu dipenuhi, salah satunya adalah membayar pajak. Ketiga,
bersedia untuk berbagi. Meski ada persaingan, tidak berarti harus saling
menuduh. Menang dalam bisnis, bukan berarti membunuh lawan.
“Menang untuk mendapatkan sesuatu. Memang kalau
sudah saling membunuh, lingkungannya lain. Kompetisi yang sehat contohnya
adalah olahraga. Kalau kalah, kalau diikuti sebenarnya adalah sama-sama
mendapatkan kemenangan dalam kompetisi yang sehat,” ungkap Boediono.
Keempat, menjaga lingkungan hidup. Jika
pebisnis peduli pada bisnisnya, maka mereka harus peduli pada lingkungan dan
masyarakat di sekitarnya. Sebab itu menyangkut generasi yang akan datang.
“Terakhir adalah CSR (Tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat) untuk
memberikan manfaat kepada masyarakat sekelilingnya,” ujar Boediono.
2.6 Etos Kerja
Menurut
Gregory (2003) sejarah membuktikan negara yang dewasa ini menjadi negara maju,
dan terus berpacu dengan teknologi/informasi tinggi pada dasarnya dimulai
dengan suatu etos kerja yang sangat kuat untuk berhasil. Maka tidak dapat
diabaikan etos kerja merupakan bagian yang patut menjadi perhatian dalam
keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan besar dan terkenal telah membuktikan
bahwa etos kerja yang militan menjadi salah satu dampak keberhasilan
perusahaannya. Etos kerja seseorang erat kaitannya dengan kepribadian,
perilaku, dan karakternya. Setiap orang memiliki internal being yang merumuskan
siapa dia. Selanjutnya internal being menetapkan respon, atau reaksi terhadap
tuntutan external. Respon internal being terhadap tuntutan external dunia kerja
menetapkan etos kerja seseorang (Siregar, 2000 : 25)
Etos
berasal dari bahasa yunani ethos yakni karakter, cara hidup, kebiasaan
seseorang, motivasi atau tujuan moral seseorang serta
pandangan dunia mereka, yakni gambaran, cara bertindak ataupun gagasan yang
paling komprehensif mengenai tatanan. Dengan kata lain etos adalah aspek
evaluatif sebagai sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang
direfleksikan dalam kehidupannya (Khasanah, 2004:8).
Menurut
Geertz (1982:3) Etos adalah
sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Sikap
disini digambarkan sebagai prinsip masing-masing individu yang sudah menjadi
keyakinannya dalam mengambil keputusan .
Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi (guiding beliefs of a person, group or institution).
Menurut Usman Pelly (1992:12),
etos kerja adalah
sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem
orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat dilihat
dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai
budaya, yang
mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja masing-masing pribadi.
Etos
kerja dapat diartikan
sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang
atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui
perilaku kerja mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Menurut
Toto Tasmara, (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta
caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu,
yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga
pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk
lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal
penting seperti:
a.
Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik
waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.
b.
Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting
guna efesien dan efektivitas bekerja.
c.
Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.
d. Hemat
dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga
bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.
e.
Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak
mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.
Secara
umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan
individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Menurut A. Tabrani Rusyan,
(1989) fungsi etos kerja adalah:
(a) pendorang timbulnya perbuatan
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Cara Menumbuhkan Etos Kerja :
1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
(b) penggairah dalam aktivitas
(c) penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Cara Menumbuhkan Etos Kerja :
1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah,
2004)
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri,
untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)
1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2. Semangat : keinginan untuk bekerja.
3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)
2.7
Realisasi Moral Bisnis
Tiga pandangan yang dianut, yaitu:
a. Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
b. Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
c. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
a. Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
b. Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
c. Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
2.8
Pendekatan-Pendekatan Stockholder
a. Kelompok primer
Yaitu pemilik modal, saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan.
b. Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, dan masyarakat
Yaitu pemilik modal, saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan.
b. Kelompok Sekunder
Yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok social, media massa, kelompok pendukung, dan masyarakat
BAB
III
ETIKA
UTILITARIANISME DALAM BISNIS
3.1. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Ada tiga kriteria objektif dijadikan dasar
objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan atau tindakan.
a. Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan
tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
b. Manfaat terbesar : sama halnya seperti yang di
atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar.
Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c. Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya untuk
siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan
kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut
Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar
bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil
orang / kelompok tertentu.
Atas dasar ketiga Kriteria tersebut, etika utilitarianisme
memiliki tiga pegangan yaitu:
1. Tindakan yang baik dan tepat secara moral
2. Tindakan yang bermanfaat besar
3. Manfaat yang paling besar untuk paling banyak
orang.
Dari
ketiga prinsip di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bertindaklah sedemikian rupa, sehingga
tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak orang
mungkin”.
3.2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a.
Rasionlitasnya
Prinsip
moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada aturan – aturan kaku yang mungkin tidak
kita pahami.
b.
Universalitas
Mengutamakan
manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang yang melakukan tindakan itu.
Dasar
pemikirannya adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik
bagi saya, yang baik juga bagi orang lain.Will Kymlicka, menegaskan bahwa etika
ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
a. Etika utilitarinisme sejalan dengan instuisi
moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah yang paling pokok bagi
etika dan moralitas
b. Etika ultilitarinisme sejalan dengan instuisi
kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan manusia harus
dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan
manusia.
3.3. Utilitarianisme
Sebagai Proses dan Standar Penilaian
Etika ultilitarianisme juga dipakai sebagai
standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah dilakukan. Keriteria
– keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk mengetahui apakah tindakan
atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan. Yang paling pokok adalah
tindakan atau kebijakan yng telah terjadi berdasarkan akibat dan konsekuensinya
yaitu sejauh mana ia menghasilkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.
3.4. Analisa
Keuntungan dan Kerugian
Etika
ultilitarinisme sangat cocok dipakai untuk membuat perencanaan dan evaluasi
bagi tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak. Dipakai secara
sadar atau tidaak sadar dalam bidang ekonomi, social, politik yang menyangkut
kepentinagan orang banyak.
3.5. Kelemahan
Etika Utilitarianisme
a.
Manfaat
merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah
menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Kaarena manfaat manusia berbeda yang
1 dengan yanag lainnya.
b.
Persoalan
klasik yang lebih filosofis adalag bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah
menganggap serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan
nilai dari suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat
mungkin terjadi suatu tindaakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata
mendatangkan keuntungan atau manfaat
c.
Etika
ultilitarinisme tidk pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik
seseorang.
d.
Variable
yang dinilai tidaak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan
membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
e.
Kesulitan
dalam menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
f.
Bahwa
etika ultilitarinisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan
demi kepentingn mayoritas. Yang artinya etika ultilitarinisme membenarkan
penindasan dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar