Kamis, 22 Desember 2011

ILMU BUDAYA DASAR TUGAS 2


NAMA : VENEZIA AMANDA
KELAS : 1EA16
NPM   : 17211254

BATIK

PENDAHULUAN
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.

SEJARAH TEKNIK BATIK
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

BUDAYA BATIK
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.




Batik Cirebon bermotif mahluk laut
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi.

CARA PEMBUATAN BATIK
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin. Dangeng_club

JENIS-JENIS BATIK
Menurut Teknik
  • Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
  • Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
  • Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Menurut asal pembuatan
Batik Jawa
batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo.

BATIK DALAM PANDANGAN POLITIK
Batik Indonesia akhirnya resmi dimasukkan dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Batik Indonesia dinilai sarat teknik, simbol, dan budaya, yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat sejak lahir hingga meninggal.
Batik Indonesia konon memiliki keunikan yang tidak ditemukan di negara lain. Keunikan itu terletak pada penggunaan malam atau campuran sarang lebah, lemak hewan, dan getah tanaman dalam pembuatannya. Hal ini berbeda dengan teknik pembuatan motif kain dari China ataupun Jepang yang menggunakan lilin (Kompas, 2/10).
Begitu besar perhatian masyarakat Indonesia soal batik ini. Kemarin, di mana-mana di seluruh Nusantara dengan mudah kita jumpai warga bangsa ini mengenakan batik. Tua muda mengekspresikan berbagai bentuk luapan kegembiraannya terkait dengan dinyatakannya batik sebagai warisan budaya manusia. Sebelumnya wayang dan keris juga mendapat pengakuan terhormat dari masyarakat internasional.
Pertanyaan kita adalah setelah itu lalu apa? Apakah ”perjuangan batik” cukup sampai sebatas pengakuan dan kehormatan itu? Apakah kita cukup berbangga saja? Seharusnya tidak.
Suatu kehormatan seharusnya dikawal bersama karena kehormatan tinggi dan luhur nilainya. Sebagai bangsa, kita semestinya lebih maju lagi dengan melakukan kapitalisasi atau moneterisasi potensi batik.
Batik bukanlah sebagai produk budaya semata dari perjalanan panjang peradaban manusia Indonesia. Di dalamnya ada proses kreatif yang melahirkan nilai ekonomis. Inilah yang seharusnya kita usahakan rebut sekuat tenaga.
Dari hasil pengumpulan data di lapangan oleh Yayasan Batik Indonesia bersama desainer batik Iwan Tirta di 19 provinsi di Indonesia terkumpul lebih dari 2.500 jenis batik dengan berbagai corak dan motif yang beragam.
Sekiranya potensi besar ini dapat dikapitalisasi, sudah pasti nilai ekonomis yang dapat diraih sungguh sangat besar. Kini, momentumnya sudah ada, jangan sampai berlalu begitu saja. Berhenti pada kebanggaan diakui dunia. Nah, bagaimana ”politik batik” itu akan dijalankan masyarakat Indonesia untuk meraih sebesar-besar manfaat finansial, tentu untuk kesejahteraan rakyat.
”Politik batik”, tentu saja dalam arti luas, menyangkut juga upaya-upaya yang seharusnya diambil segera untuk meraih manfaat ekonomis. Jangan sampai terjadi seperti ungkapan sapi punya susu, tetapi kambing punya nama. Jangan sampai kita berhenti sekadar pada rasa bangga memiliki sesuatu yang diakui dunia lalu benefit ekonomisnya ”dicuri” bangsa lain.
Kini era ekonomi kreatif, era globalisasi, era kapital. Bertali temali dalam dinamika ekonomi global. Siapa memiliki kapital, daya kreasi tinggi, tentu merekalah yang meraih manfaat besar.
Apalah artinya kita dinobatkan dunia sebagai ”pemilik” batik, tetapi manfaat ekonominya justru diraih bangsa lain dengan segala keunggulan kreatif, daya saing global, dan kekuatan kapitalnya.
Begitu mudah kita menemukan pakaian bermotif batik di pasar lokal. Bisa saja itu bukan buatan di dalam negeri, tetapi barang impor dari negara yang memproduksi secara mudah dan cepat serta murah. Dengan begitu, mereka memiliki daya saing tinggi untuk menerobos masuk ke berbagai pasar di seluruh penjuru dunia, termasuk pasar kita.
Ah...! Jangan-jangan baju atau rok berbahan kain bermotif batik yang Anda kenakan kemarin untuk menunjukkan rasa bangga atas pengakuan dunia terhadap batik justru buatan China atau negara lain. Ya, siapa tahu. Maaf, jangan tersinggung.
Soalnya, banyak di antara kita yang pasti kurang pemahaman, bahkan tidak tahu-menahu soal kain. Begitu melihat kain bermotif batik, kita sudah langsung menganggapnya itu buatan Indonesia. Buatan Pekalongan, Solo, Cirebon, Yogyakarta, atau batik daerah lain.
”Politik batik” adalah politik dagang juga. Itu kita tempatkan dalam konteks batik dan juga semua produk pertekstilan kita sebagai komoditas dagangan. Politik dagang kita sering kali kedodoran manakala memasuki arena pertarungan global. Bukan hanya di arena internasional, tetapi politik dagang kita juga harus kuat dalam membela kepentingan industri nasional di pasar domestik.
Betapa kalangan pengusaha industri tekstil dan produk tekstil mengeluhkan serbuan produk luar negeri yang masuk mengacak-acak pasar domestik. Mereka sering melontarkan kritik tidak adanya perlindungan pasar dan industri domestik. Barang impor, termasuk yang ilegal, begitu mudah menyerbu, melemahkan, bahkan mengancam ajal industri-industri pertekstilan nasional.
Padahal, industri tekstil dan produk tekstil merupakan industri padat karya berorientasi ekspor. Kamar Dagang dan Industri Indonesia menempatkan sektor ini sebagai industri pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, penetrasi produk ilegal di pasar domestik mengurangi daya saing industri di negeri sendiri.
Industri tekstil dan garmen merupakan industri padat karya dan terbukti pernah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pengalaman panjang pengusaha pada industri ini dan keragaman budaya yang dapat memperkaya ragam produk tekstil dan pakaian jadi merupakan modal dasar untuk tetap bertahan di tengah persaingan semakin ketat.
Mumpung daya saing produk tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki Indonesia di pasar dunia masih cukup tinggi. Neraca perdagangan untuk produk tersebut mengalami surplus 6,9 miliar dollar AS pada 2008 (56 persen dari total ekspor). Pada 2004, surplus perdagangan sempat mencapai 80 persen dari total ekspor.
Produk tekstil dan pakaian jadi ”Made in Indonesia” telah lama dikenal di pasar ekspor.

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM BATIK
Makna-makna batik terkandung dari beraneka corak, warna, dan ornamen yang menghiasi batik tersebut. Berbagai macam makna dan nilai dapat ditampilkan dari selembar kain batik. Yang dapat kita ketahui oleh kita masyarakat awam adalah nilai kendahan atau seni dari batik. Namun dalam sehelai kain batik yang indah itu juga tersirat nilai-nilai kehidupan yang menjadikan manusia itu menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur. Bagaimana manusia menjadi baik, bahagia, jujur, arif-bijaksana, adil dan sebagainya yang dapat menjadikan manusia itu dipandang baik bagi kehidupan.

DAMPAK POSITIF BATIK
Dampak Positif
Ø  Dapat memahami nilai-nilai budaya Indonesia
Ø  Batik dapat menjadi hak paten bagi kebudayaan Indonesia karena batik adalah budaya asli Indonesia
Ø  Meningkatkan pendapatan ekonomi Indonesia dari hasil penjualan batik, baik ekspor maupun impor
Ø  Meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan

BATIK DALAM PENINGKATAN TARAF PEREKONOMIAN
Batik sebagai salah satu ciri khas bangsa ini sudah selayaknya untuk tetap dijaga kelestariannya. Hal ini sangat penting untuk memperkenalkan budaya Indonesia pada dunia Internasional. Dengan adanya berbagai inovasi pada proses produksi maupun sistem pemasarannya, diharapkan minat masyarakat pada batik dapat meningkat. Hal ini juga sedikit banyak dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat, terutama masyarakat yang berkecimpung dalam bidang ini, baik pengrajin maupun pengusaha batik.

BATIK DALAM PENINGKATAN LAPANGAN PEKERJAAN
Batik bukan sekadar warisan budaya melalui motif-motif klasik dan inovatif. Batik mampu menjadi penggerak ekonomi masyarakat. Proses pembuatan batik hingga pemasaran melibatkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Dalam World Batik Conference, World Batik Summit dengan tema "Indonesia Global Home of Batik" yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center, 28 September hingga 2 Oktober 2011, batik menjadi bukti kemampuan menjadi ekonomi kreatif.
Batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif bukan hanya ulasan, tetapi juga dicantunkan dalam deklarasi pada World Batik Summit. Antara lain, batik memberikan kontribusi dalam ekonomi kreatif. Maksudnya, batik merupakan bagian dari ekonomi kreatif Indonesia. Batik dapat menciptakan ribuan lapangan pekerjaan secara langsung.
Industri Kreatif
Di samping itu, batik dapat menciptakan ratusan lapangan kerja tidak langsung seperi retail, fashion, dan industri kreatif. Masih terkait dengan ekonomi, batik merupakan citra Indonesia terkait dengan pusat kebudayaan dan bagian dari industri pariwisata dalam negeri. Selain itu, batik memberikan kesejahteraan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar